Wednesday 10 September 2014

Kucing Hitam di Fotografi Malam Hari

Kisah ini saya tulis berdasarkan pengalaman nyata saya dengan Nashwa ketika memotret malam hari di Bukit Pandak, Probolinggo. Ceritanya saya mempunyai hobi baru tapi lama yaitu fotografi. Baru, karena dipinjami kamera DSLR oleh bapak, Sony Aplha slt33. Kalau di internet bilangnya sih entry level-middle class DSLR. Rapopo wong cuma minjem. Lama, karena dari dulu seneng berfoto-foto, lha gimana wong putune mbah hudan. Berbagai teknik fotografi inginnya dicobain semua. Tapi krn masih nubie (pemula) ya trial dan error saja.
Nah pada malam itu saya pulang sholat isya di mesjid yg cuma 50 meteran dari rumah. Melihat langit kok cerah, tapi ada bulan separo. Muncul keinginan untuk memotret bintang, yg dituju adalah galaksi bimasakti atau kalo orang Inggris atau Australia menyebutnya milkyway. Di forum2 fotografi milkyway ini termasuk yg sering di bahas. Tinggal ketik, "how to capture milkyway" di google udah deh tinggal pilih aja mana yang mau dipelototi. Milkyway sendiri kl dilihat dengan mata telanjang (malu ah), atau mata yg tidak telanjang (pakai kacamata) agak sulit dilihat. Kalau tinggal di kota besar dijamin gak bakal kelihatan. Konon pernah ada seri film Ultraman, dimana ada anak kecil yang meminta pada sang jagoan untuk diperlihatkan sungai susu di langit, lalu Ultraman memadamkan listrik seluruh Tokyo sehingga seketika itu nampaklah jalur bintang beserta "awan" yg memanjang sangat indahnya. Saya waktu di Bandung dulu suka naik genteng kalau malam tapi belum pernah lihat namanya milkyway ini dan memang semumur hidup memang belum pernah lihat. Kalau masih asing dengan milkyway, ingat saja lirik lagu MLTR, "..the milkyway upon the heaven,  it's twinkling just for u..".
Nah malam itu saya putuskan untuk melihat dan memotret milkyway. Syaratnya adalah langit bersih tanpa awan, minim polusi cahaya (bisa dari lampu-lampu kota atau dari kehadiran bulan), dan posisi milkyway itu sendiri. Bisa jadi langit udah bersih dan gelap sempurna, tapi milkyway sedang berada di langit siang alias di belahan bumi yang lain, ya tak katengal (gak ketok, bhs madura).
Berhubung saya sudah beberapa bulan tidak pernah keluar malam hari ke tempat-tempat gelap sendirian (sudah tidak jadi sinder lagi), maka mau keluar malam kok ada perasaan ragu dengan kesendiriannya. Minta ditemenin. Maka Nashwa yang saat itu matanya masih terang benderang seperti bintang pun saya ajak untuk ikut. Setelah menyiapkan celurit, tripod dan kamera sekitar pukul 20.00 kami berangkat naik motor mio menuju Bukit Pandak yg jaraknya sekitar 5 km. Eits, sebentar, celurit? Ya tentu saja,  wong mau masuk perkebunan tebu yang tidak ada rumah penduduk ya harus berjaga-jaga terhadap gangguan penjahat dan hewan buas. Kl mahluk halus? Kan ada Nashwa, yang penting ada teman walaupun cuma anak kecil. Bukit Pandak sendiri terletak di sebelah timur, melewati jalan pantura sepanjang 3 km lalu belok ke selatan memasuki jalan berbatu sepanjang 2 km. Dari atas bukit ini jelas sekali terlihat laut jawa di bawahnya. Pemandangannya indah terutama bagi yg baru pertama ke sana. Kalau sudah sering ya jadi biasa. Memasuki jalan berbatu, motor mio menjadi tidak nyaman dinaiki. Motor megapro juga, tiger juga, harley pun juga. Pokoknya semua yang lewat sini merasa tidak nyaman deh. Sepanjang 2 km kami hanya satu kali berpapasan dengan sepeda motor lain. Sesampainya di kaki bukit, saya langsung belok menaiki bukit lewat jalan yg justru lebih halus daripada jalan di bawahnya. Di tengah2 antara kaki dan puncak bukit saya hentikan motor karena merasa tempat ini cukup nyaman dan aman. Segera saya menyiapkan peralatan memotret. Angin Probolinggo sedang gede gedenya. Kalau waktu SD agak pinter mungkin masih ingat pelajaran IPA tentang angin gending. Ya itulah angin yg sedang sy bicarakan. Angin bertiup dengan kencang dan kering, sehingga bunyinya cukup menyeramkan. Saya mendongak ke atas dan melihat bintang2 banyak bertaburan. Untuk melihat posisi milkyway saya pakai aplikasi skymap di hp android. Dengan mengarahkan hp dijamin pasti ketemu rasi bintang yg kita tuju. Setelah ketemu, kamera saya arahkan dan di setting sesuai tutorial di internet. "Pret", kamera membuka selama 30 detik. Hasilnya langit seperti siang. "Wah pasti ini gara2 bulan separo", pikir saya. Hasilnya overexposed. Lalu saya coba setting dengan speed yg lebih cepat. Hasilnya lebih gelap, tapi milkyway tidak tampak. Wah memang ini bukan hariku. Lalu saya ingin coba lagi dengan setting yang lain, tapi tiba-tiba dari atas bukit turun sebuah bayangan hitam kecil. Bayangan itu makin lama makin mendekat dan setelah mencapai jarak pandang yg cukup terlihatlah bahwa sosok itu adalah kucing hitam. Kucing itu diam saja sekitar 7 meter dari tempat kami duduk. Saya yg agak kaget pura2 tidak kaget. Saya bilang ke Nashwa, "tuh ada kucing". Nashwa bilang, "o iya yah". Tidak ada nada ketakutan. Sy yang pernah membaca kalau jin bisa nyaru jadi kucing hitam yang merasa agak takut. Cuma agak saja. Karena belum yakin kalau itu jin apa manusia, eh kucing.
Sy baca2 ayat kursi saja, lalu kucing itu masuk ke semak2 di sebelah kanan kami. Wujudnya gak kelihatan tapi suaranya meong-meong terus. Daripada perasaan kurang enak terus lalu saya pun mengajak Nashwa pulang. Sekedar tahu saja, di puncak bukit Pandak itu terdapat makam kuno.
Demikian akhir cerita ini.

No comments:

Post a Comment