Friday 3 February 2012

MASALAH DAN SARAN PERBAIKAN UNTUK PABRIK GULA-KU

Tulisan ini bukan untuk menjelek-jelekkan Perusahaan, namun semoga justru menginsiprasi untuk berubah lebih baik..


Teringat pertama kali diterima kerja di Pabrik Gula-ku (bukan Gulaku). Menghadap CA untuk melaporkan diri sebagai trainee kiriman kantor pusat. Suasana pabrik berbeda dengan kantor pusat, lebih kotor dan "sederhana". Kebetulan ayah saya bekerja di BUMN, namun dibidang telekomunikasi, sering saya diajak ke kantornya pada hari libur untuk latihan tenis meja atau sekedar main, sehingga saya saat itu, maaf, terbiasa dengan suasana kantor yang lebih modern, kursi meja khas perkantoran terkini, komputer disetiap meja, ruangan dingin, toilet bersih.
Saat itu, di Pabrik Gula ini semua kelihatan sederhana sekali, mesin ketik masih sering dipakai, meja kursi seperti sekolahan, buku-buku dan kertas-kertas lama ditumpuk berdebu tanpa ada label arsip yang jelas, papan tulis berisi tabel-tabel digantung ditembok dengan data yang tidak pernah di update selama 2 tahun. Toilet cenderung saya hindari, berlumut, kotor dan tentu saja bau. Kendaraan dinas
karyawan setingkat kepala bagian saja, kalau dipakai di Jalan Sudirman Jakarta mungkin tergolong paling tua.
Suasana tes Pabrik Gula
Namun semua itu hanya membuat saya sekedar kaget saja, gumun. Saat itu saya sangat bersyukur bisa bekerja disini, mengingat persaingan saat tes yang ketat, 1600 dipanggil diterima 40, padahal saya tidak punya family atau uang untuk menyuap. Seleksi memang fair, karena selektor adalah pihak ketiga.
Pekerjaan lama saya sebagai marketing di perusahaan benih swasta (PMA Korea) saya tinggalkan dengan hati sedih dan gembira. Sedih karena saya sudah kerasan di perusahaan itu, dan yang utama kerasan di kota Jogja-nya. Gembira karena membayangkan masa depan yang lebih cerah di Pabrik Gula.
Hari-hari pertama saya jalani masih dengan kekagetan-kekagetan. Jam 06.30 adalah waktu masuk Pabrik Gula, namun ternyata di kantor masih sepi, hanya 1-2 orang yang sudah hadir. Hal ini berbeda 180 derajat dengan perusahaan tempat saya bekerja di Jogja dulu. Masuk jam 06.50, datang lewat 5 menit saja sudah diinterogasi oleh Misis (Mrs.) Park, istri Mr.Park, bos perusahaan itu. Pernah ada teman datang lewat 10 menit, Mrs. Park marah besar walapun sudah diberi alasan ban bocor.
Di Pabrik Gula-ku terlambat 30 menit tergolong biasa, bahkan ada yang 45 menit. Kalau di rata-rata telatnya 15 menit.
Ibarat orang yang masuk WC umum terminal, pertama pasti bau. Selang berapa lama setelah jongkok maka perlahan bau itu akan berkurang karena hidung sudah mulai menyesuaikan bau. Begitu pula dengan saya, perlahan saya mulai biasa dengan keadaan itu, sampai sekarang sudah menginjak tahun ke 6. Pada tahun pertama, kedua dan ketiga saya begitu idealis, tahun keempat, kelima tampaknya saya mulai terbiasa dengan keadaan itu.
Manusia memang perlu lingkungan yang baik, karena seperti sabda Nabi yang lebih kurang intinya agar memperhatikan pergaulan. Bergaul dengan tukang besi terkena panas, bergaul dengan pedagang parfum terpapar wangi. Direktur SDM terdahulu pernah bilang, rajawali tidak pernah menjadi ayam, namun jika dia dilahirkan di lingkungan ayam dia bisa bersifat seperti ayam, melihat rajawali terbang di angkasa dia ikut bersembunyi ketakutan bersama ayam-ayam. Dia perlu disadarkan bahwa dirinya adalah rajawali.
Datangnya karyawan-karyawan baru, seperti saya dulu, seperti mengingatkan untuk kembali idealis. Ada tanggungjawab moral untuk menulari mereka hal-hal yang baik agar tidak ketualaran virus. Alhamdulillah ada karyawan baru yang datang tampaknya berbakat untuk idealis, mungkin lebih konsisten dibanding saya.
Nah agar masalah-masalah itu tidak dilupakan, saya ingin menuliskan dan mengidentifikasi masalah yang ada di Pabrik Gula, sehingga saya bisa memberi solusi dimasa yang akan datang jika diberi kesempatan oleh Allah swt. Mungkin juga informasi ini berguna untuk karyawan-karyawan baru, agar mereka lebih siap bekerja.
Identifikasi masalah ini mungkin tidak lengkap sekali, karena saya di bagian tanaman, sehingga masalah di bagian lain tidak terlalu saya kuasai, namun setidaknya ada informasi yang bisa saya berikan.

MASALAH SISTEM dan KEBIJAKAN
  • Kebijakan Perusahaan Perkebunan Gula yang tidak seragam berdampak positif dan negatif. Kebijakan yang paling sensitif adalah masalah SHARING dan dana talangan. Investor awalnya menalangi dulu gula yang telah diproduksi petani dengan harga tertentu, setelah itu gula tersebut dilelang, selisih harga lelang dan harga talangan itu kemudian dibagi antara petani dengan investor. Persentase pembagian hasil ini yang membuat kisruh. Perusahaan tertentu membagi dengan 80 petani:20 investor, sementara perusahaan yang lain 60:40. Peraturan ini berdampak positif bagi petani karena mereka punya pilihan, sementara dampak negatif dirasakan pabrik gula karena mereka harus bersaing memperebutkan tebu karena harga tebu akan naik. Peraturan menteri perdagangan Nomor. 729/M-DAG/5/2011 tanggal  6/5/ 2011 yang menyetujui usulan dari menteri pertanian bahwa profit sharing investor:petani sebesar 40:60 tampaknya tidak dipatuhi oleh semua perusahaan gula plat merah. Saya dalam posisi tidak menyalahkan siapa-siapa, namun yang jadi pertanyaan kenapa bisa berbeda kebijakannya? Mana yang benar, si Ini yang melanggar aturan menteri atau si Anu tidak berani berinovasi sehingga kalah bersaing.
  • Kebijakan berikut yang juga penting adalah penentuan RENDEMEN. Masalah ini seperti tidak ada habisnya sehingga kami di bagian lapangan sampai judeg memberi jawaban pada petani, karena dijawab bagaimanapun posisi kami tetap kalah. Memang nyatanya penentuan rendemen di Pabrik Gula kami masih belum bisa dilakukan per lori atau per truk. Sering kali kami disoroti oleh kelompok petani yang kritis melihat kebun petani tertentu yang dikenal sebagai tokoh atau orang "kuat", selalu mendapat rendemen yang lebih tinggi, bahkan selisihnya bisa beberapa poin. Memang saya menyadari bahwa rendemen perlu diatur, karena masalah Pabrik Gula di Jawa mungkin berbeda dengan di luar jawa (Full HGU). Di Jawa pengusahaan tebu dilakukan oleh petani atau PG pada lahan-lahan kecil, banyak yang di bawah 1 ha sehingga faktor pembatasnya lebih banyak. Tebu di luar jawa sengaja dibakar, sementara di Jawa tebu terbakar adalah masalah. Jika sampai 3 hari tebu belum ditebang rendemen hampir tidak ada. Tapi apakah petani rela jika rendemen diberi nol. Pengaturan tampaknya memang diperlukan, tapi jangan keterlaluan. Hal ini juga yang menyebabkan penataan varietas di pabrik gula kami tidak bisa berjalan dengan rencana. Varietas awal dengan varietas lambat, ditebang bersamaan, rendemen sama saja.
  • Sistem UPETI antar karyawan. Ini memang menjadi peraturan tidak tertulis. Contoh, jika saya mau ambil pupuk, niscaya memberi tips pada karyawan yang bertugas dibagian itu. Minta traktor untuk mekanisasi, siap-siap kehilangan uang minimal 20 ribu. Setelah traktor masuk jangan lupa memberi "uang makan" 10ribu pada operator setiap hari, walaupun mereka telah dapat uang makan dari pabrik. Sopir traktor pun demikian, jika ada kerusakan siap-siap mereka harus keluar uang untuk ngopeni mekanik, walau mereka sering minta ganti ke mandor atau sinder. Ambil biaya garap, keluar 5 juta potonglah 1% untuk kasir dan juru tulis. Tidak memberi pun tidak apa-apa tapi siap-siap dipersulit dimasa yang akan datang. Itu baru level bawah, bagaimana dengan level atas? Saya tidak berani menjawab karena belum punya bukti (maklum masih level menegah). Fee dan suap belum bisa hilang. Bagian tanaman terkenal sebagai bagian yang "basah". Anggapan ini benar dan salah. Benar pada 10 tahun yang lalu atau di kebun-kebun tertentu saat ini. Namun umumnya salah pada saat ini. Saya telah enam tahun bekerja dan punya cacatan lengkap tentang uang kebun yang masuk dan keluar ke "kas kebun" saya. Pada awal bekerja saya langsung -1 juta dalam 6 bulan. Setahun kemudian, setelah pindah kebun, saya bisa +3 juta. Lalu saya pegang kebun HGU +8juta. Saat ini posisi kas saya -18 juta dan diperkirakan tidak kembali. Biaya garap di pabrik gula ini, terutama di daerah saya sudah sangat mepet. Untuk biaya full teknis kebun sudah habis. Belum untuk upeti-upeti dan hal-hal non teknis. Terpaksa harus mengurangi satu item pekerjaan kebun. Kalau ketahuan pasti dibilang mencuri. Sebenarnya jika kebun semua baik, walau mepet uang masih cukup. Yang repot jika ada kebun jelek, pasti sinder tekor. Saya lihat semua sinder punya masalah kebun jelek hanya saja persentasenya berbeda. Kebetulan tahun ini kebun saya cukup banyak yang perlu diperbaiki. Resiko tekor mesti saya terima. Anggapan lain sinder dapat fee dari petani-petani dari sewa lahan dan saat tebang. Hal ini berpeluang terjadi. Pekerja lapangan memang jabatan kepercaayaan, sehingga jika tidak jujur maka ada peluang demikian. Selama saya jadi sinder jika ada petani yang memberi fee sedapat mungkin saya tolak. Pernah ada juga yang saya terima disebabkan karena petaninya memaksa dengan sangat, namun langsung saya cacat sebagai kas kebun yang tidak akan tercampur dengan uang pribadi saya. Prinsip saya jangan sampai uang kebun masuk ke pribadi dan sebaliknya jangan uang pribadi jadi korban di kebun.
  • FEODALISME. Di Pabrik Gula, ide dan kreativitas masih kurang dihargai. Nuansa Top Down masih kental. Senioritas terasa. Atasan saya bahkan pernah menyampaikan, "Atasan is always Right".
  • REWARD PUNISMENT belum dijalankan dengan baik. Promosi tidak berdasar pada kriteria yang jelas. Nepotisme sangat-sangat kental. Hal ini tentu membuat demotivasi bagi karyawan lainnya. Saya contohkan ada juru tulis yang rajin, jujur, sampai sekarang masih PKWT sedangkan teman seangkatannya yang saudaranya si Anu begitu cepatnya diangkat dinas, padahal secara hasil kerja lebih baik yang pertama.
MASALAH SDM
  • Kurang disiplin. Entah karena sistem atau budaya atau memang manusianya (mungkin juga saya termasuk) kenyataannya jam kerja banyak dilanggar.
  • Lebih mendulukan hak dari kewajiban. Banyak lembur yang tidak perlu tapi karena sudah membudaya dianggap sebagai hak yang harus dipenuhi.
  • Moral hazard. Istilah ini tampaknya saru dan tidak pantas, tapi ini yang sering didengungkan direksi. Ada benarnya tapi tidak bisa digeneralisir.
MASALAH SOSIAL BUDAYA


  • Tenaga kerja makin langka. Dulu menurut cerita para senior, mandor, tenaga kerja sangat mudah didapat. Anak-anak muda tidak mau kerja lagi di tebu. Pekerja wanita jarang yang masih muda sebagian besar ibu-ibu 40 tahun keatas. Anak-anak mereka lebih memilih bekerja di luar negeri sebagai TKI.
  • Keengganan masyarakat menanam tebu yang disebabkan pengalaman masa lalu. Sistem glebakan, KUD, yang merugikan menjadi faktor penghambat sebagian masyarakat tidak tertarik menanam tebu.
MASALAH SARANA & PRASARANA KERJA
  • Kendaraan dinas untuk kelancaran kerja terutama bagi kami di bagian tanaman masih kurang. Kendaraan pengangkut pupuk dan saprodi masih terbatas.
  • Ruang tunggu dan toilet bagi petani kurang layak. Terutama di bagian tanaman. Petani kadang bingung mau duduk sembari menunggu sinder atau juru tulis. Saya pernah "mencuri" bangku panjang dari kantor tebangan dan diletakkan di depan ruang juru tulis supaya petani dapat duduk. Sebagai perusahaan yang sangat bergantung pada petani maka hal seperti ini seharusnya diperhatikan.
SARAN PERBAIKAN  :
  1. Regulasi sharing gula diatur agar seragam, dengan memperhitungan keuntungan yang wajar untuk petani dan investor. Prinsipnya harus bisa memenuhi rasa keadilan.
  2. Penerapan bekerja tanpa suap. Harus ada teladan dan sistem yang kuat untuk memberantas budaya yang telah lama terbentuk.
  3. Penerapan rendemen per lori/truk dengan "pengaturan-pengaturan" yang wajar, tanpa membedakan individu tertentu.
  4. Penerapan sistem reward and punishment yang adil.
  5. Penerapan absensi sidik jari untuk karyawan bagian AKU, pabrik, dan juru tulis tanaman plus evaluasi setiap bulan.
  6. Menciptakan atau jika sulit benchmarking aplikasi alat dan mesin pertanian yang benar-benar aplikatif.
  7. Investasi sepeda motor roda tiga per sinder untuk kelancaran pekerjaan di kebun. Kenapa roda tiga? Supaya benar-benar dipakai kerja, bukan untuk gaya-gayaan sehingga dipakai nglencer. Muatan 1 ton, cukup besar dan sangat pas untuk lahan-lahan TS yang sempit.
  8. Investasi pembuatan toilet yang layak dan pantas bagi petani. Pembelian bangku tunggu untuk petani yang lebih baik. Kalau perlu dibuatkan ruang khusus petani yang ber-AC.
Ini hanyalah tulisan, pendapat dan uneg-uneg yang tidak tersalurkan..semoga ada yang peduli

1 comment:


  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    ReplyDelete